Rabu, 06 Agustus 2014

Sejarah dan Perkembangan Kejahatan


SEJARAH PERKEMBANGAN PENGERTIAN KEJAHATAN

            Menurut asalnya tidak ada pembatasan secara resmi dan juga tidak ada campur tangan penguasa terhadap kejahatan, melainkan kejahatan semata-mata dipandang sebagai persoalan pribadi atau keluarga. Individu yang merasa dirinya menjadi korban perbuatan orang lain, akan mencari balas  terhadap pelakunya atau keluarganya. Konsep peradilan ini dapat ditemui pada perundang-undangan lama, seperti Code Hammurabi (1900 SM), perundang-undangan Romawi kuno (450 SM) dan pada masyarakat  Yunani kuno seperti ‘curi sapi bayar sapi”. Konsep “pembalasan” ini juga terdapat pada kitab perjanjian lama: eye for eye.
            Kemudian konsep kejahatan ini berkembang untuk perbuatan-perbuatan yang ditujukan kepada raja seperti pengkhianatan,sedangkan terhadap perbuatan-perbuatan yang ditujukan kepada individu masih menjadi urusan pribadi. Seiring berjalannya waktu maka kemudian kejahatan menjadi urusan raja (sekarang Negara) yaitu dengan mulai berkembangnya apa yang disebut sebagai parents patriae. Konsekuensi selanjutnya dengan diopernya tugas ini oleh Negara maka main hakim sendiri dilarang.
            Pada abad 18 muncullah para penulis yang kemudian disebut sebagai mazhab klasik, sebagai reaksi atas ketidakpastian hukum dan ketidakadilan serta kesewenangan-wenangan penguasa pada waktu ancient regime. Mazhab klasik ini mengartikan kejahatan sebagai perbuatan yang melanggar undang-undang. Ajarannya yang terpenting adalah doktrin nullum crime sine lege yang berarti tidak ada kejahatan apabila undang-undang tidak menyatakan perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang dilarang. Takut terhadap timbulnya ketidakpastian dan timbulnya kesewenang-wenangan dari penguasa (hakim), maka mazhab ini berpendapat, hakim hanyalah sebagai mulut/corong undang-undang saja. Lama kelamaan timbul ketidakpuasan terhadap ajaran mazhab ini dan pada akhir abad ke-19 muncullah pandangan baru yang lebih menitikberatkan pada pelakunya dalam studi terhadap kejahatan. Mazhab ini muncul diantara para penstudi kejahatan di Itali yang kemudian disebut sebagai mazhab positif. Mazhab ini dipelopori oleh C.Lambroso seorang dokter ahli ilmu kedokteran kehakiman. Aliran ini berusaha untuk mengatasi relativitas dari hukuman pidana dengan mengajukan konsep kejahatan yang non hukum,, serta mengartikan kejahatan sebagai perbuatan yang melanggar hukum alam (natural law).
            Dalam perkembangan selanjutnya, konsep kejahatan yang non hukum tersebut banyak menguasai para sarjana krimonologi di Amerika terutama sampai pertengahan abad 20. Beberapa kritik yang diajukan terhadap mazhab tersebut antara lain oleh Ray Jeffery yang menyatakan bahwa dalam mempelajari kejahatan harus dipelajari dalam kerangka hukum pidana sebab dari hukum pidana kita dapat mengetahui dengan pasti dalam kondisi yang bagaimanakah suatu tingkah laku dipandang sebagai kejahatan dan bagaimana peraturan perundang-undangan berinteraksi dengan sistem norma yang lain.
            George C. Vold mengatakan dalam mempelajari kejahatan terhadap persoalan rangkap, artinya kejahatan selalu menunjuk pada perbuatan manusia dan juga batasan-batasan atau pandangan masyarakat tentang apa yang dibolehkan dan apa yang dilarang, apa yang baik dan buruk, yang semuanya itu terdapat dalam undang-undang, kebiasaan dan adat istiadat.

E.Durkheim seorang pakar sosiologi menyatakan kejahatan bukan normal, dalam arti tidak ada masyarakat tanpa kejahatan bahkan dia menambahkan kejahatan merupakan sesuatu yang diperlukan, sebab ciri setiap masyarakat adalah dinamis, dan perbuatan yang telah menggerakkan masyarakat tersebut pada mulanya seringkali disebut sebagai kejahatan, misalnya dengan dijatuhkannya hukuman mati terhadap Socrates dan Galileo-Galilea atas buah pikirannya. Perlu ditegaskan kejahatan bukanlah fenomena alamiah, melainkan fenomena sosial dan historis, sebab tindakan menjadi kejahatan haruslah dikenali, diberi cap dan ditanggapi sebagai kejahatan, disana harus ada masyarakat yang normanya, aturannya dan hukumannya dilanggar, disamping ada lembaga yang tugasnya menegakkan norma.

Tidak ada komentar: