Rabu, 06 Agustus 2014

Aliran-Aliran Pemikiran Dalam Kriminologi

ALIRAN ALIRAN PEMIKIRAN DALAM KRIMINOLOGI
Yang dimaksud dengan aliran pemikiran di sini adalah cara pandang (kerangka acuan, paradigma, perspektif) yang digunakan oleh para kriminolog dalam menafsirkan, menanggapi dan menjelaskan fenomena kejahatan. Oleh karena pemahaman kita terhadap dunia sosial terutama dipengaruhi oleh cara kita menafsirkan peristiwa-peristiwa yang kita alami/lihat, sehingga juga bagi para ilmuwan cara pandang yang dianutnya akan mempengaruhi wujud penjelasan maupun teori yang dihasilkannya. Dengan demikian, untuk dapat memahami dengan baik penjelasan dan teori-teori dalam kriminologi, perlu diketahui perbedaan-perbedaan aliran pemikiran/paradigma dalam kriminologi.
Kerangka pemikiran tersebut juga sangat berpengaruh pada cara pendekatan atau cara-cara yang ditempuh dalam mempelajari kejahatan dan konsepnya mengenai tugas yang diemban kriminologi. Adapun ketiga aliran pemikiran ini adalah aliran pemikiran klasik,positif dan kritis.
1.      Kriminologi Klasik
Aliran pemikiran ini mendasarkan pada pandangan bahwa intelegensia dan rasionalitas merupakan ciri fundamental manusia dan menjadi dasar bagi penjelasan perilaku manusia, baik yang bersifat perorangan maupun yang bersifat kelompok. Intelegensia membuat manusia mampu mengarahkan dirinya sendiri, dalam arti dia adalah penguasa dari nasibnya, pemimpin dari jiwanya, makhluk yang mampu memahami dirinya dan bertindak untuk mencapai kepentingan dan kehendaknya. Ini merupakan kerangka pemikiran dari semua pemikiran klasik, seperti dalam filsafat, psikologi, politik, hukum dan ekonomi. Dalam konsep tersebut, maka masyarakat dibentuk sebagiamana adanya kesesuaian dengan pola yang dikehendakinya. Kunci kemajuan menurut pemikiran ini adalaha kemampuan kecerdasan atau akal yang dapat ditingkatkan melalui latihan dan pendidikan, sehingga manusia mampu mengontrol dirinya sendiri, baik sebagai individu maupun sebagai suatu masyarakat. Di dalam kerangka pemikiran ini, lazimnya kejahatan dan penjahat dilihat semata-mata dari batsan undang-undang.
Dengan demikian, mengarahkan pada persoalan  penjeraan, baik yang bersifat teoritis maupun yang bersifat studi empirik dalam mengukur seberapa jauh perbedaan dalam isi undang-undang atau pelaksanaan hukuman mempengaruhi terjadinya kejahatan. Termasuk dalam lingkup ini adalah penologi. Dalam literatur kriminologi, pemikiran klasik (dan neo klasik) maupun positif merupakan ide-ide yang penting dalam usaha untuk memahami dan mencoba berbuat sesuatu terhadap kejahatan. Nama yang sangat terkenal yang dihubungkan dengan mazhab klasik adalah Cesare Beccaria (1738-1794).
2.      Kriminologi Positif
Aliran ini bertolak pada pandangan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor-faktor diluar kontrolnya, baik yang berupa faktor biologis  maupun kultural. Ini berarti manusia bukan makhluk yang bebas untuk menuruti dorongan keinginannya dan intelegensianya, akan tetapi makhluk yang dibatasi atau ditentukan perangkat biologisnya dan situasi kulturalnya. Manusia berubah dan berkembang bukan semata-mata karena intelegasinya, akan tetapi melalui proses yang berjalan secara perlahan-lahan dari aspek biologisnya atau evolusi kultural. Aliran pemikiran positif ini menghasilkan dua pandangan yang berbeda yaitu determinis biologis yang menganggap organisasi sosial berkembang sebagai hasil individu dan perilakunya dipahami dan diterima sebagai pencerminan umum dari warisan biologis. Sebaliknya determinis kultural menganggap bahwa perilaku manusia dalam segala aspeknya selalu berkaitan dan mencerminkan dunia sosio kultural yang melingkupinya.
Itu adalah pandangan dari pemikiran positivis yang dikenal dalam filsafat, sosiologis, sejarah dan ilmu pengetahuan alam pada umumnya. Positivis menolak penjelasan yang berorientasi pada nilai dan mengarahkan pada aspek-aspek yang dapat diukur dari pokok persoalannya dalam usaha mencari hubungan sebab-akibat.
Cesare Lambroso (1835-1909) dapat dipandang sebagai pelopor aliran ini yang memulai studinya dengan mencari sebab-sebab kejahatan yang lebih menekankan pada sifat dasar pelaku kejahatan daripada terhadap ciri-ciri perbuatan jahat. Sebagai pelopor mazhab positivis, lambroso lebih dikenal dengan teori biologi criminal, namun perlu dicatat bahwa itu bukan merupakan dasar dari aliran positif. Dasar yang sesungguhnya dari positivisme dalam kriminologi adalah konsep tentang sebab kejahatan yang banyak (multiple factor causation), yakni factor-faktor yang alami atau yang dibawa manusia dan dunianya, yang sebagian bersifat biologis dan sebagian karena pengaruh lingkungan.
3.      Kriminologi Kritis
Pemikiran kritis yang dikenal dalam berbagai disiplin ilmu, seperti politik, ekonomi, sosiologi dan filsafat, muncul pada beberapa dasawarsa terakhir ini. Aliran pemikiran kritis tidak berusaha menjawab ini. Aliran pemikiran kritis tidak berusaha menjawab pertanyaan apakah perilaku manusia itu bebas atau ditentukan, akan tetapi lebih mengarahkan pada mempelajari proses-proses manusia dalam membangun dunianya dimana dia hidup. Kriminologi kritis, misalnya berpendapat bahwa fenomena kejahatan sebagai konstruksi sosial, artinya apabila masyarakat mendefinisikan tindakan tertentu sebagai kejahatan, maka orang-orang tertentu dan tindakan-tindakan mungkin pada waktu tertentu memenuhi batasan sebagai kejahatan. Ini berarti bahwa kejahatan dan penjahat bukanlah fenomena yang berdiri sendiri yang dapat diidentifikasi dan dipelajari secara obyektif oleh ilmuan sosial, sebab dia ada hanya karena hal itu dinyatakan sebagai demikian oleh “masyarakat”. Oleh karenya, kriminologi kritis mempelajari proses-proses dimana kumpulan tertentu dari orang-orang dan tindakan-tindakan ditunjuk sebagai criminal pada waktu dan tempat tertentu. Kriminologi kritis bukan didefinisikan sebagai kejahatan, akan tetapi juga dari perilaku dari agen-agen control social (aparat penegak hukum), disamping mempertanyakan dijadikannya tindakan-tindakan tertentu sebagai kejahatan.
Menurut kriminologi kritis, maka tingkat kejahatan dan ciri-ciri pelaku terutama ditentukan oleh bagaimana undang-undang disusun dan dijalankan. Kita tidak dapat memahami kejahatan semata-mata dengan mempelajari penjahat (“resmi”), akan tetapi harus dilihat dalam konteks keseluruhan proses kriminalisasi, yakni proses yang mendefinisikan orang atau tindakan tertentu sebagai kejahatan.


Tidak ada komentar: