Rabu, 06 Agustus 2014

Kejahatan dan Norma

KEJAHATAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN NORMA-NORMA
Hubungan kejahatan dengan norma-norma masih saja menarik perhatian orang dan merupakan hal yang problematika. Berikut ini akan diuraikan mengenai hubungan antara kejahatan dengan berbagai norma.
1.      Hubungan Kejahatan dengan Hukum (Undang-Undang)
Bagaimanapun juga kejahatan terutama merupakan pengertian hukum, yaitu perbuatan manusia yang dapat dipidana oleh hukum pidana. Tetapi kejahatan bukan semata-mata merupakan batasan undang-undang, artinya ada perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh masyarakat dipandang sebagai “jahat” tetapi undang-undang tidak menyatakan sebagai kejahatan (tidak dinyatakan sebagai tindak pidana), begitu pula sebaliknya. Dalam hukum pidana orang seringkali membedakan antara delik hukum (rechtsdelicten atau mala per se), khususnya tindak pidana yang disebut “kejahatan” (buku II KUHP) dan delik undang-undang (wetsdelicten atau mala prohibita) yang berupa “pelanggaran” (buku III KUHP) mengenai perbedaan antara  mala per se dengan mala prohibita dewasa ini banyak dipertanyakan orang, yaitu apakah semua tindak pidana itu sebenarnya adalah merupakan mala prohobita, artinya perbuatan-perbuatan tertentu merupakan kejahatan oleh karena perbuatan tersebut oleh undang-undang ditunjuk atau dijadikan kejahatan (tindak pidana).
Oleh karena pandangan orang mengenai hubungan antara undang-undang dengan organisasi sosial mempunyai pengaruh yang penting dalam penyelidikan kriminologi selanjutnya, maka perlu diketahui pandangan-pandangan yang ada mengenai hubungan antara keduanya. Secara umum terdapat tiga perspektif mengenai pembentukan undang-undang yang dapat dipakai untuk menjelaskan hubungan antara hukum (undang-undang) dengan masyarakat yaitu model consensus, pluralis dan konflik. Masing-masing model tersebut mencerminkan perbedaan pandangan mengenai asal pembuatan aturan dan nilai-nilai-nilai sosialnya, dan untuk selanjutnya perbedaan pandangan tersebut akan mempengaruhi perbedaan dalam arah studi tentang kejahatan.
2.      Hubungan Kejahatan dengan Norma-norma yang Lain
Secara teknik Yuridis, istilah kejahatan hanya digunakan untuk menunjukkan perbuatan-perbuatan yang oleh-oleh undang-undang dinyatakan sebagai tindak pidana, akan tetapi bagi kriminologi harus ada kebebasan untuk memperluas studinya di luar batasan pengertian yuridis, bukan saja untuk dapat digunakan sebagai petunjuk dalam menelusuri apa yang dipandang sebagai kejahatan, namun juga munculnya pemikiran yang menghasilkan model konflik dalam pembentukan undang-undang kritis sebagaimana disebutkan diatas. Disamping itu, hukum tidak lain merupakan salah satu norma diantara sistem norma yang lain yang mengatur tingkah laku manusia atau dalam bahasa psikoanalisa hanya sebagai suatu tabu diantara tabu-tabu yang lain, yaitu norma agama, kebiasaan, dan moral.
a.       Hubungan Kejahatan dengan Agama
Persoalannya adalah apakah kita dapat menemukan di dalam norma-norma agama sebagai petunjuk untuk mencari apa yang dianggap sebagai kejahatan? Artinya apakah kejahatan sama dengan perbuatan yang dilarang agama, sehingga apakah kejahatan sama dengan dosa dan karenanya hukum pidana lantas hanyalah merupakan daftar dari  perbuatan-perbuatan dosa?
Pada abad 19 muncul teori Maine bahwa agama merupakan sumber dari hukum dan doktrin bahwa kejahatan merupakan polusi bagi masyarakat. Akan tetapi ajaran tersebut oleh para penulis modern tidak diterima. Ada berbagai kenyataan yang menunjukkan bahwa perbuatan atau gejala sosial yang dilarang oleh agama, seperti homoseks, fornication,, inseminasi buatan, keluarga berencana, aborsi, bunuh diri tidak dijadikan tindak pidana di beberapa Negara.
b.      Hubungan Kejahatan dengan Kebiasaan
Sering dikatakan bahwa kebiasaan merupakan sumber dari hukum dan juga seringkali kebiasaan kemudian ditarik menjadi perbuatan yang dilarang oleh hukum. H. Kontorowicz memberikan daftar kebiasaan tetapi bukan merupakan hukum yaitu: etiket, kebiasaan saling memberi hadiah pada kesempatan tertentu, tata cara pemberian selamat, topik-topik pembicaraan, bentuk-bentuk surat, etika profesi, tingkat kebebasan dalam hubungan sosial antar seks dan sebagainya. Misalnya dalam keadaan tertentu maka kebiasaan saling member hadiah, kadang-kadang dianggap sebagai tindak pidana (missal: korupsi). Perbedaan antara kebiasaan dengan hukum kebiasaan terikat pada lapis sosial, kelompok, daerah dan suku bangsa, sedangkan hukum bersifat nasional.
c.       Hubungan Kejahatan dengan Moral
Hubungan antara kejahatan dengan moral banyak dibicarakan orang sejak dulu dan hingga kini masih saja menarik untuk dibicarakan. G.P. Hoefnagels menyatakan bahwa antara kejahatan (dalam pengertian yuridis) dengan moral terdapat beberapa pandangan yang menunjukkan adanya sejumlah tingkah laku yang melanggar moral akan tetapi tidak melanggar hukum pidana.
Ketidaksesuaian antara kejahatan (dalam pengertian yuridis) dengan norma moral, antara lain karena adanya perbedaan yang hakiki antara hukum dan moral, hukum lebih menekankan segi luarnya sedangkan moral lebih menekankan segi internal dari tingkah laku manusia, artinya hukum lebih menekankan agar orang tidak melakukan perbuatan yang dilarang daripada untuk berbuat yang positif, sedangkan moral sebaliknya mengharapkan kita untuk bukan saja menahan diri akan tetapi juga untuk berbuat sesuatu yang positif.  Di samping itu, adanya perbedaan pandangan moral dan kepentingan berbagai kelompok yang ada di masyarakat (khususnya sifat masyarakat modern yang heterogen) akan menghasilkan perbedaan pilihan tentang perbuatan-perbuatan mana yang akan dijadikan tindak pidana dan yang mana tidak. Ini berarti terdapatnya pandangan moral tertentu (dan/atau dari kelompok tertentu) yang mendapat dukungan hukum, sedangkan pandangan moral yang lain (dan/atau dari kelompok yang lain) tidak.



Tidak ada komentar: