Sang Pemimpi
Sabtu, 14 Februari 2015
Senin, 25 Agustus 2014
Perbandingan Hukum
PERBANDINGAN HUKUM
Oleh
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.
Definisi perbandingan hukum
Apakah yang dimaksudkan dengan perbandingan hukum (rechtsvegelijking, Rechtsvergeleichung)?
Dari istilah “perbandingan hukum” (bukan “hukum perbandingan”) itu sendiri telah jelas kiranya bahwa perbandingan hukum bukanlah hukum seperti hukum perdata., hukum pidana, hukum tata negara dan sebagainya, melainkan merupakan kegiatan memperbaindingkan sistem hukum yang satu dengan sistem hukum yang lain..
Yang dimaksudkan dengan memperbandingkan di sini ialah mencari dan mensinyalir perbedaan-perbedaan serta persamaan-persamaan dengan memberi penjelasannya dan meneliti bagaimana berfungsinya hukum dan bagaimana pemecahan yuridisnya di dalam praktek serta faktor-faktor non-hukum yang mana saja yang mempengaruhinya. Penjelasannya hanya dapat diketahui dalam sejarah hukumnya, sehingga perbandingan hukum yang ilmiah memerlukan perbandingan sejarah hukum (van Apeldoorn, 1954: 330).
Jadi memperbandingkan hukum bukanlah sekedar mengumpulkan peraturan perundang-undangan dan mencari perbedaan serta persamaannya saja.
Perhatian akan perbandingan hukum ditujukan kepada pertanyaan sampai berapa jauh peraturan perundang-undangan stau kaedah tidak tertulis itu dilaksanakan di dalam masyarakat. Untuk itu dicarilah perbedaan dan kesamaan.
Dari perbandingan hukum ini dapat diketahui bahwa di samping benyaknya perbedaan juga ada kesamaannya.
Kita lihat adanya kesamaan atau kemiripan hukum dari pelbagai bangsa yang sernyata mempunyai asal-usul yang sama, di samping adanya perbedaan
“Ilmu” perbandingan hukum mengajarkan kita bahwa kesamaan arah antara hukum dan perkembangan hukum pelbagai bangsa disebabkan karena mempunyai asal-usul yang sama. Sebaliknya ternyata bahwa hukum dari bangsa-bangsa yang karena keturunan erat hubungannya satu sama lain dalam perkembangannya -sekalipun asalnya sama- sering arahnya berbeda.
Tugas perbandingan hukum meneliti faktor-faktor apakah yang menyebabkan deferensiasi ini. Sampai berapa jauh iklim, perang, revolusi, pengaruh dari tokoh-tokoh tertentu, keadaan ekonomi, pandangan agama dan sebainaya berperan (van Apeldoorn, 1954: 330).
Kesamaan hukum antara pelbagai negara pada umumnya disebabkan karena pertukaran budaya. Pertukaran atau penerimaan itu dapat terjadi seluruhnya seperti resepsi, tetapi juga hanya untuk sebagian. Dapat disebutkan beberapa contoh: resepsi kodifikasi hukum perdata Swis oleh Turki. Pada tahun 1898 Jepang memberlakukan kitab undang-undang perdata dan dagang yang sebagian besar didasarkan pada kitab undang-undang hukum Jerman. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata Jepang dari 1890 sampai 1928 merupakan terjemahan Zivilprozeszordning Jerman. Code Civil Prancis mempunyai pengaruh yang sangat besar di seluruh dunia.
Di samping adanya resepsi dikenal juga adanya infiltrasi pikiran-pikiran tentang hukum asing, peraturan-peraturan, lembaga-lembaga hukum yang sangat mempengaruhi sistem hukum suatu negara.
Tetapi ada juga kesamaan hukum, lembaga-lembaga hukum, perkembangan hukum di pelbagai negara yang tidak disebabkan oleh pertukaran budaya, seperti perkembangan tentang hak milik, yaitu bahwa secara historis hak milik atas benda bergerak ada lebih dulu dari pada hak milik atas benda tetap.
Tujuan perbandingan hukum (perdata)
A. Teoretis
1. Mengumpulkan pengetahuan baru
2. Peranan edukatif.
a. fungsi membebaskan dari chauvinisme hokum.
b. fungsi inspiratif memperoleh gambaran yang lebih baik tentang sistem hukum sendiri, karena dengan memperbandingkan kita melihat masalah-masalah tertentu untuk menyempurnakan pemecahan tertentu di dalam hukum sendiri.
3. merupakan alat bantu bagi disiplin-disiplin lain terutama bagi sosiologi hukum, antropoligi
4. merupakan instrumen untuk menentukan perkembangan hokum
5. perkembangan asas-asas umum hokum
6. untuk meningkatkan saling pengertian di antara bangsa-bangsa
7. membantu dalam pembagian sistem hukum dalam kelompok-kelompok
8. sumbangan bagi doktrin
B. Praktis
1. untuk kepentingan pembentukan undang-undang
a. membantu dalam membentuk undang-undang baru
b. persiapan dalam menyusun undang-undang yang uniform
c. penelitian pendahuluan pada receptie perundang-undangan asing
2. untuk kepentingan peradilan; mempunyai pengaruh terhadap peradilan pada umumnya
3. penting dalam perjanjian internasional
4. penting untuk terjemahan yuridis
Sasaran perbandingan hukum
Yang menjadi sasaran perbandingan hukum ialah (sistem atau bidang) hukum di negara yang mempunyai lebih dari satu sistem hukum (misalnya hukum perdata dapat diperbandingkan dengan hukum perdata tertulis) atau bidang-bidang hukum di negara yang mempunyai satu sistem hukum (seperti misalnya syarat causalitas dalam hukum pidana dan perdata, konstruksi perwakilan dalam hukum perdata dan pidana atau sistem (bidang) hukum asing diperbandingkan dengan sistem (bidang) hukum sendidri (misalnya law of contract dibandingkan dengan hukum perjanjian).
Uraian tentang sistem hukum asing semata-mata bukanlah merupakan perbandingan hukum, meskipun dalam menguraikan itu pada hakekatnya kita tidak dapat lepas dari pengaruh pandangan tentang hukum sendiri. Rhein stein membedakan antara uraian tentant system hokum asing yang disebutnya “Auslandsrechtskunde” dengan “Rechtsvergleichung”. Dikatakannya bahwa Auslandsrechtskunde harus dikuasai kalau kita hendak mengadakan perbandingan hukum, karena kita baru dapat memperbandingkan hukum asing dengan hukum sendiri kalau menguasai juga hukum asing itu. Dalam pandangan Rheinstein ini maka Auslandsrechrtskunde ini harus dikuasai lebih dulu sebelum kita mulai dengan perbandingan hukum (Rene de Groot, 1986: 10).
Lebih konkritnya dalam memperbandingkan hukum yang diteliti adalah hukum yang hidup (the law in action), jadi bukan semata-mata hanya hukum yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan atau yang diuraikan dalam buku-buku saja (the law in the books), tetapi juga penafsiran undang-undang atau penemuan hukum dalam peradilan dan dalam kepustakaan.
Jadi yang diperbandingkan adalah hukum sebagaimana nyata-nyata berfungsi di dalam masyarakat di tempat tertentu. Di sini perlu diteliti fungsi pemecahan yuridis dalam prakteknya serta adanya pengaruh faktor-faktor asing. Sara pendekatan hukum semacam ini dengan mempelajari hukum yang hidup, yang nyata-nyata berlaku disebut “functional approach”, suatu pendekatan hukum dengan memperhatikan berlakunya hukum secara fungsional.
Dalam memperbandingkan hukum dikenal dua cara, yaitu memperbandingkan secara makro dan secara mikro. Perbandingan secara makro adalah suatu cara memperbandingkan masalah-masalah hukum pada umumnya. Perbandingan secara mikro adalah suatu cara memperbandingkan masalah-masalah hukum tertentu. Tidak ada batasan tajam antara perbandingan secara makro dan mikro.
Hukum yang telah diketahui yang akan diperbandingkan disebut “comparatum”, sedangkan hukum yang akan diperbandingkan dengan yang telah diketahui disebut “comparandum”. Setalah diketahui dua hukum itu perlu ditetapkan apa yang akan diperbandingakan itu, misalnya mengenai perjanjian, perkawinan dan sebagainya. Ini disebut “tertium comparatum”.
Sejarah perbandingan hukum
Perbandingan hukum mempunyai sejarahnya sendiri. Kapankah dimulai dilakukan kegiatan memperbandingkan hukum?
Sudah sejak Plato (430-470 SM) dilakukan kegiatan memperbandingkan hkum. Dalam karyanya Politeia (Negara) Plato memperbandingkan beberapa bentuk negara.
Kemudian Aristoteles (384-322 SM) dalam Politiknya memperbandingkan peraturan-peraturan dari pelbagai negara.
Theoprastos (372-287 SM) memperbandingkan hukum yang berkaitan dengan jual beli di pelbagai negara.
Dalam Collatio (Mosaicarium et Romanium Legum Collatio), suatu karya yang penulisnya tidak dikenal, diperbandingkan antar undang-undang Mozes (Pelateuch) dengan ketentuan-ketentuan yang mirip dari h:ukum Romawi (Rene de Groot, 1988: 24).
Studi perbandingan antara organisasi negara dari Inggris dengan Perancis dilakukan oleh Fortescue kira-kira pada tahun 1930.
Montesquie (1687-1755) dalam L’esprit de lois (1748) memperbandingkan oganisasi negara dari Inggris dan Perancis.
Leibniz (1646-1716) menulis suatu uraian tentang semua sistem hukum seluruh dunia. Ia yakin dengan cara itu dapat menemukan dasar semua hukum.
Jadi sudah sejak lama dikenal kegiatan memperbandingkan hukum. Dapatlah dikatakan bahwa kegiatan memperbandingkan hukum di waktu yang lampau terbatas pada hukum publik. Perbandingan hukum perdata di waku yang lampau jarang dilakukan.
Sebagai tahun kelahiran perbandingan hukum disebut-sebut tahun 1828 di Jerman dengan dikeluarkannya majalah Kritische Zeitschrift fur Rechtswissenschaft und Gesetzgebung des Auslandes.
Sebagai lahirnya perbandingan hukum modern adalah 1869, karena pada waktu itu di Perancis didirikan Societe de legislation compare, sedangkan di Inggris Sir Henry Summer Maine diangkat sebagai guru besar pertama dalam “historical” dan “comparative jurisprudence”h pada Universitas Oxford. Tidak boleh dilupakan bahwa pada tahun itu pula di Belgia diterbitkan majalah Reveu de droit international et de droit compare.
Lahirnya kodifikasi menyebabkan lahirnya legisme. Pada waktu itu undang-undang ditafsirkan secara harfiah, sehingga tidak ada kesempatan memperbandingkan pemecahan masalah hukum dengan luar negeri. Pada permulaan abad ke 19 itu majalah-majalah pada umumnya memusatkan perhatiannya kepada perundang-undangan luar negeri dan bukan kepada pemecahan masalah hukumnya, sehingga hanya merupakan perbandingan perundang-undangan dan bukan perbandingan hukum atau peradilan. Haruslah disadari bahwa suatu undang-undang itu tidak berdiri sendiri lepas dari undang-undang lainnya. Suatu undang-undang harus dilihat dalam sistem hukum negara yang bersangkutan. Arti pentingnya suatu undang-undang atau peraturan perundang-undangan justru terletak dalam sistem hukum itu. Undang-undang memang merupakan salah satu (bukan satu satunya) perwujudan hukum dan pelaksanaan undang-undang melalui peradilan itupun adalah hukum.
Pada tahun 1900 di Paris diadalan Kongres Dunia pertama yang memikirkan tentang metode dan tujuan perbandingan hukum. Diputuskan bahwa perbandingan hukum harus dipusatkan pada hukum yang nyata-nyata berlaku (law in action) dan tidak semata-mata pada bunyi undang-undang saja. Diharapkan dengan perbandingan hukum kita menuju pada unifikasi hukum: suatu “droit mondial” (hukum dunia). Tetapi dengan terjadindya perang dunia maka impian akan unifikasi hukum itu menjadi kabur, Sebaliknya menunjukkan kelemahan.
DAFTAR PUSTAKA
David, René-, dan John E,Brierly, Major legal systems in the world today, Stevens & Sons, London 1981
Djaja S. Meliala, Hukum di Amerika Serikat, suatu studi perbandingan, Penerbit Tarsito, Bandung, 1977
Entah, Alloysius R-, Hukum perdata (Suatu studi perbandingan ringkas), Liberty Yogyakarta 1989
Gutteridge, H.C.- Comparative law, 1949
Jenny Barmawi, Perbandinan hukum Belanda dalam hukum kontinental dan hukum Inggris Amerika, penelitian
René de Groot, Gerard-, Doeleinden en techniek der rechtsvergelijking, Rijksuniversiteit Limburg, Faculteit der Rechtsgeleerdheid, Maastricht, 1986
Sauveplanne, J.G.-, Methoden van privaatrechtelijke rechtsvergelijkingen, 1975
---- , Rechtsstelsels in vogelvlucht, Kluwer, Deventer, 1981
Soerjono Soekanto, Perbandingan hukum, Penerbit Alumni, Bandung 1989
Subekti, R.- Perbandingan hukum perdata, Pradnya Paramita, Jakarta 1988
Sunarjati Hartono, Kapita selekta perbandingan hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung 1988
Tahir Tungadi, Apakah pentingnya mempelajari perbandingan hukum, dalam Lima Puluh Tahun Pendidikan Hukum di Indonesia, 1974
Van Apeldoorn, L.J.-, Inleiding tot de studie van het Nederlandse recht, W.E.J.Tjeenk Willink, Zwolle, 1954
Van Dijk, F.-, et al. Van Apeldoorn’s inleiding tot de studie van het Nederlandse recht, W.E.J.Tjeenk Willink, Zwolle, 1985
Filsafat Hukum
FILSAFAT HUKUM
Oleh :
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.
Apakah filsafat hukum itu? Berapa luaskah lapangan filsafat hukum itu? Apa bedanya dengan filsafat? Dimanakah letak filsafat hukum itu?
Sulit untuk menunjukkan sifat dari filsafat hukum secara umum, karena filsafat hukum merupakan bagian dari filsafat umum dan tentang filsafat tidak dapat diberikan definisi yang berlaku umum, karena setiap uraian tentang arti filsafat sudah mengasumsikan suatu titik tolak kefilsafatan tertentu (baca juga v der Kerken, Inleiding tot de fundamentele filosofie, 1972). Filsafat hukum merupakan cabang dari filsafat, yaitu filsafat etika, filsafat tentang perilaku. Oleh karena itu sebelum menguraikan apa filsafat hukum itu sebagai pengantar akan diuraikan secara singkat apa filsafat itu.
Filsafat berasal dari kata filosofia, yang terdiri dari kata filo, yang berarti cinta dan sofia, yang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian filosofia berarti cinta akan kebijaksanaan (Lili Rasjidi, 1990: 5).
Filsafat termasuk disiplin non empiris, yaitu kegiatan intelektual untuk secara rasional memperoleh pengetahuan yang tidak tergantung atau bersumber pada pengalaman. Kebenaran-kebenarannya tidak memerlukan pembuktian (verificatie) empiris, cukup dengan pembuktian rasional dan konsistensi rasional. Pengetahuan yang tidak bersumber pada pengalaman ini disebut a priori. Kecuali filsafat, termasuk disiplin non empiris ialah matematika. (Sidharta, 1998: 1). Di samping disiplin non empiris dikenal disiplin empiris, yaitu kegiatan intelektual yang secara rasional berusaha memperoleh pengetahuan faktual tentang kenyataan aktual dan karena itu bersumber pada empiri atau pengalaman. Disiplin empiris ini disebut juga pengetahuan a posteriori. Termasuk di dalamnya adalah ilmu alam (Naturwissenschhft) dan ilmu-ilmu masnusia (Geisteswissenschaft).
Filsafat adalah kegiatan intelektual yang secara kirits radikal mencoba memahami hakikat sesuatu atau sejauh yang dapat dijangkau oleh akal budi mencari sebab-sebab terdalam dari segala sesuatu dengan segala implikasinya, berdasarkan kekuatan akal budi tanpa menguntungkan diri pada otoritas manapun juga (Sidharta, 1998: 2).
Filsafat adalah pendasaran diri dan perenungan diri secara radikal. Ia merefleksi terutama tentang segala hal yang ada tentang “hal ada”. Dalam sifatnya yang umum filsafat dimulai dengan mempertanyakan segala hal: mengapa semua itu sebagaimana adanya dan tidak lain? Jadi filsafat adalah merefleksi suatu kegiatan berfikir dan juga memiliki sifat rasionil. Itu berarti bahwa filsafat harus memberikan argumentasi pada tesis-tesis.
Filsafat berusaha mengetahui landasan dari semua hal yang ada. Jadi filsafat tidak berhubungan dengan hal maparkan dan menjelaskan kenyataan faktual (itu dilakukan oleh ilmu empiris), tetapi untuk terus mendalami apa, misalnya “kenyataan” itu sebagai demikian. Untuk filsafat hukum sudut pendekatan ini memiliki konsekuensi.
Filsafat meliputi:
1. Metafisika (ontologi), merenungkan hakikat yang ada
2. Epsistimologi merenenungkan hakikat pengetahuan dan landasan pengetahuan manuisia
3. Logika merenungkan hakikat berpikir
4. Etika merenungkan hakekat nilai dan perilaku yang baik
5. Estetika merenungkan hakikat nilai keindahan
Tujuan pemberian kuliah filsafat hukum
Tujuan pemberian kuliah filsafat hukum adalah memberi kebulatan pemahaman disiplin hukum secara mendalam (aspek etis) dan meluas (aspek sosial). Pada aspek etis dikemukakan pengertian filsafat, hukum dan filsafat hukum dengan penekanan pada kedudukan filsafat hukum. Selanjutnya dibahas masalah yang menyangkut nilai yang tidak dapat dilepaskan dari aliran-aliran filsafat hukum. Pada aspek sosial titik berat pada penyajian sosiologi hukum. Materi yang diberikan dari aspek etis: pengertian filsafat hukum dan filsafat hukum, kedudukan filsafat hukum, nilai-nilai dalam hukum, aliran-aliran filsafat hukum, bidang-bidang filsafat hukum (Purnadi Purbacaraka dan A. Ridwan Halim: Filsafat hukum perdata dalam tanya jawab: 1957: 87).
Peristilahan
Sebelum diuraikan tentang apa filsafat hukum itu perlu kiranya diketengahkan terlebih dahulu bahwa dikenal beberapa istilah asing untuk filsafat hukum. Di dalam bahasa asing dikenal beberapa istilah untuk filsafat hukum, yaitu: “wijsbegeerte van het recht”, “rechtsphilosophie”, “philosophie du droit”, philosophy of law”, “legal philosophy”, “legal theory”, “jurisprudence”, “theory of justice”.
Sulit untuk menunjukkan sifat dari filsafat hukum secara umum, karena filsafat hukum merupakan bagian dari filsafat umum dan tentang filsafat tidak dapat diberikan definisi yang berlaku umum, karena setiap uraian tentang arti filsafat sudah mengasumsikan suatu titik tolak kefilsafatan tertentu (baca juga v der Kerken, Inleiding tot de fundamentele filosofie, 1972). Filsafat hukum merupakan cabang dari filsafat, yaitu filsafat etika, filsafat tentang perilaku. Oleh karena itu sebelum menguraikan apa filsafat hukum itu sebagai pengantar akan diuraikan secara singkat apa filsafat itu.
Filsafat berasal dari kata filosofia, yang terdiri dari kata filo, yang berarti cinta dan sofia, yang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian filosofia berarti cinta akan kebijaksanaan (Lili Rasjidi, 1990: 5).
Filsafat termasuk disiplin non empiris, yaitu kegiatan intelektual untuk secara rasional memperoleh pengetahuan yang tidak tergantung atau bersumber pada pengalaman. Kebenaran-kebenarannya tidak memerlukan pembuktian (verificatie) empiris, cukup dengan pembuktian rasional dan konsistensi rasional. Pengetahuan yang tidak bersumber pada pengalaman ini disebut a priori. Kecuali filsafat, termasuk disiplin non empiris ialah matematika. (Sidharta, 1998: 1). Di samping disiplin non empiris dikenal disiplin empiris, yaitu kegiatan intelektual yang secara rasional berusaha memperoleh pengetahuan faktual tentang kenyataan aktual dan karena itu bersumber pada empiri atau pengalaman. Disiplin empiris ini disebut juga pengetahuan a posteriori. Termasuk di dalamnya adalah ilmu alam (Naturwissenschhft) dan ilmu-ilmu masnusia (Geisteswissenschaft).
Filsafat adalah kegiatan intelektual yang secara kirits radikal mencoba memahami hakikat sesuatu atau sejauh yang dapat dijangkau oleh akal budi mencari sebab-sebab terdalam dari segala sesuatu dengan segala implikasinya, berdasarkan kekuatan akal budi tanpa menguntungkan diri pada otoritas manapun juga (Sidharta, 1998: 2).
Filsafat adalah pendasaran diri dan perenungan diri secara radikal. Ia merefleksi terutama tentang segala hal yang ada tentang “hal ada”. Dalam sifatnya yang umum filsafat dimulai dengan mempertanyakan segala hal: mengapa semua itu sebagaimana adanya dan tidak lain? Jadi filsafat adalah merefleksi suatu kegiatan berfikir dan juga memiliki sifat rasionil. Itu berarti bahwa filsafat harus memberikan argumentasi pada tesis-tesis.
Filsafat berusaha mengetahui landasan dari semua hal yang ada. Jadi filsafat tidak berhubungan dengan hal maparkan dan menjelaskan kenyataan faktual (itu dilakukan oleh ilmu empiris), tetapi untuk terus mendalami apa, misalnya “kenyataan” itu sebagai demikian. Untuk filsafat hukum sudut pendekatan ini memiliki konsekuensi.
Filsafat meliputi:
1. Metafisika (ontologi), merenungkan hakikat yang ada
2. Epsistimologi merenenungkan hakikat pengetahuan dan landasan pengetahuan manuisia
3. Logika merenungkan hakikat berpikir
4. Etika merenungkan hakekat nilai dan perilaku yang baik
5. Estetika merenungkan hakikat nilai keindahan
Tujuan pemberian kuliah filsafat hukum
Tujuan pemberian kuliah filsafat hukum adalah memberi kebulatan pemahaman disiplin hukum secara mendalam (aspek etis) dan meluas (aspek sosial). Pada aspek etis dikemukakan pengertian filsafat, hukum dan filsafat hukum dengan penekanan pada kedudukan filsafat hukum. Selanjutnya dibahas masalah yang menyangkut nilai yang tidak dapat dilepaskan dari aliran-aliran filsafat hukum. Pada aspek sosial titik berat pada penyajian sosiologi hukum. Materi yang diberikan dari aspek etis: pengertian filsafat hukum dan filsafat hukum, kedudukan filsafat hukum, nilai-nilai dalam hukum, aliran-aliran filsafat hukum, bidang-bidang filsafat hukum (Purnadi Purbacaraka dan A. Ridwan Halim: Filsafat hukum perdata dalam tanya jawab: 1957: 87).
Peristilahan
Sebelum diuraikan tentang apa filsafat hukum itu perlu kiranya diketengahkan terlebih dahulu bahwa dikenal beberapa istilah asing untuk filsafat hukum. Di dalam bahasa asing dikenal beberapa istilah untuk filsafat hukum, yaitu: “wijsbegeerte van het recht”, “rechtsphilosophie”, “philosophie du droit”, philosophy of law”, “legal philosophy”, “legal theory”, “jurisprudence”, “theory of justice”.
Langganan:
Postingan (Atom)