(1) Jika pengadilan berpendapat
bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas
perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.
(2) Jika pengadilan berpendapat
bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi
perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa
diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
Dalam penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan”
adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar
pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara
pidana.
Menjawab pertanyaan Anda, maka perbedaan antara putusan bebas dan putusan lepas adalah sebagai berikut:
Menurut Lilik Mulyadi dalam bukunya Hukum Acara Pidana,
terbitan PT Citra Aditya Bakti (Bandung 2007), pada hal. 152-153,
perbedaan antara putusan bebas dan lepas dapat ditinjau dari segi hukum
pembuktian, yaitu:
Pada putusan bebas (vrijspraak)
tindak pidana yang didakwakan jaksa/penuntut umum dalam surat
dakwaannya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.
Dengan kata lain, tidak dipenuhinya ketentuan asas minimum pembuktian
(yaitu dengan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah) dan disertai
keyakinan hakim (Vide Pasal 183 KUHAP)
Sedangkan, pada putusan lepas (onslag van recht vervolging),
segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam
surat dakwaan jaksa/penuntut umum telah terbukti secara sah dan
meyakinkan menurut hukum, akan tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi
pidana, karena perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana,
misalnya merupakan bidang hukum perdata, hukum adat atau hukum dagang.
Selain
berdasarkan pendapat dari Lilik Mulyadi sebagaimana dimaksud di atas,
menurut hemat penulis, penjatuhan Putusan Bebas dan Putusan Lepas oleh
seorang hakim atas pelaku suatu tindak pidana (yang unsur-unsur pasal
yang didakwakan terbukti), dapat dibedakan dengan melihat ada atau tidak
adanya alasan penghapus pidana (Strafuitsluitingsgronden), baik yang ada dalam undang-undang, misalnya alasan pembenar (contoh Pasal 50 KUHP) atau alasan pemaaf (contoh Pasal 44 KUHP), maupun yang ada di luar undang-undang (contoh: adanya izin).
Untuk itu, penjawab akan menggunakan contoh penerapan Pasal 310 ayat (3) KUHP sebagai suatu alasan penghapus pidana yang ada dalam undang-undang:
Pasal 310 ayat (3) KUHP
“Tidak merupakan pencemaran
atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi
kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.”
Arti
Pasal 310 ayat (3) KUHP tersebut yakni dalam hal terbuktinya suatu
perbuatan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh seseorang, namun ia
melakukan pencemaran nama baik tersebut karena ia terpaksa untuk membela
dirinya, maka hakim harus menjatuhkan putusan lepas (onslag van recht vervolging) dan bukan putusan bebas (vrisjpraak).
Demikian jawaban saya. Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan untuk Anda.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No. 73)
Referensi:
Mulyadi, Lilik. 2007. Hukum Acara Pidana. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar