KEJAHATAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN
NORMA-NORMA
Hubungan kejahatan dengan
norma-norma masih saja menarik perhatian orang dan merupakan hal yang
problematika. Berikut ini akan diuraikan mengenai hubungan antara kejahatan
dengan berbagai norma.
1. Hubungan
Kejahatan dengan Hukum (Undang-Undang)
Bagaimanapun juga kejahatan
terutama merupakan pengertian hukum, yaitu perbuatan manusia yang dapat dipidana
oleh hukum pidana. Tetapi kejahatan bukan semata-mata merupakan batasan
undang-undang, artinya ada perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh masyarakat
dipandang sebagai “jahat” tetapi undang-undang tidak menyatakan sebagai
kejahatan (tidak dinyatakan sebagai tindak pidana), begitu pula sebaliknya.
Dalam hukum pidana orang seringkali membedakan antara delik hukum (rechtsdelicten atau mala per se), khususnya tindak pidana yang disebut “kejahatan”
(buku II KUHP) dan delik undang-undang (wetsdelicten
atau mala prohibita) yang berupa
“pelanggaran” (buku III KUHP) mengenai perbedaan antara mala
per se dengan mala prohibita
dewasa ini banyak dipertanyakan orang, yaitu apakah semua tindak pidana itu
sebenarnya adalah merupakan mala
prohobita, artinya perbuatan-perbuatan tertentu merupakan kejahatan oleh
karena perbuatan tersebut oleh undang-undang ditunjuk atau dijadikan kejahatan
(tindak pidana).
Oleh karena pandangan orang
mengenai hubungan antara undang-undang dengan organisasi sosial mempunyai
pengaruh yang penting dalam penyelidikan kriminologi selanjutnya, maka perlu
diketahui pandangan-pandangan yang ada mengenai hubungan antara keduanya.
Secara umum terdapat tiga perspektif mengenai pembentukan undang-undang yang
dapat dipakai untuk menjelaskan hubungan antara hukum (undang-undang) dengan
masyarakat yaitu model consensus, pluralis dan konflik. Masing-masing model
tersebut mencerminkan perbedaan pandangan mengenai asal pembuatan aturan dan
nilai-nilai-nilai sosialnya, dan untuk selanjutnya perbedaan pandangan tersebut
akan mempengaruhi perbedaan dalam arah studi tentang kejahatan.
2. Hubungan
Kejahatan dengan Norma-norma yang Lain
Secara teknik Yuridis, istilah
kejahatan hanya digunakan untuk menunjukkan perbuatan-perbuatan yang oleh-oleh
undang-undang dinyatakan sebagai tindak pidana, akan tetapi bagi kriminologi
harus ada kebebasan untuk memperluas studinya di luar batasan pengertian
yuridis, bukan saja untuk dapat digunakan sebagai petunjuk dalam menelusuri apa
yang dipandang sebagai kejahatan, namun juga munculnya pemikiran yang
menghasilkan model konflik dalam pembentukan undang-undang kritis sebagaimana
disebutkan diatas. Disamping itu, hukum tidak lain merupakan salah satu norma
diantara sistem norma yang lain yang mengatur tingkah laku manusia atau dalam
bahasa psikoanalisa hanya sebagai suatu tabu diantara tabu-tabu yang lain,
yaitu norma agama, kebiasaan, dan moral.
a.
Hubungan
Kejahatan dengan Agama
Persoalannya adalah apakah kita
dapat menemukan di dalam norma-norma agama sebagai petunjuk untuk mencari apa
yang dianggap sebagai kejahatan? Artinya apakah kejahatan sama dengan perbuatan
yang dilarang agama, sehingga apakah kejahatan sama dengan dosa dan karenanya
hukum pidana lantas hanyalah merupakan daftar dari perbuatan-perbuatan dosa?
Pada abad 19 muncul teori Maine
bahwa agama merupakan sumber dari hukum dan doktrin bahwa kejahatan merupakan
polusi bagi masyarakat. Akan tetapi ajaran tersebut oleh para penulis modern
tidak diterima. Ada berbagai kenyataan yang menunjukkan bahwa perbuatan atau gejala
sosial yang dilarang oleh agama, seperti homoseks, fornication,, inseminasi
buatan, keluarga berencana, aborsi, bunuh diri tidak dijadikan tindak pidana di
beberapa Negara.
b.
Hubungan
Kejahatan dengan Kebiasaan
Sering dikatakan bahwa kebiasaan
merupakan sumber dari hukum dan juga seringkali kebiasaan kemudian ditarik
menjadi perbuatan yang dilarang oleh hukum. H. Kontorowicz memberikan daftar
kebiasaan tetapi bukan merupakan hukum yaitu: etiket, kebiasaan saling memberi
hadiah pada kesempatan tertentu, tata cara pemberian selamat, topik-topik
pembicaraan, bentuk-bentuk surat, etika profesi, tingkat kebebasan dalam
hubungan sosial antar seks dan sebagainya. Misalnya dalam keadaan tertentu maka
kebiasaan saling member hadiah, kadang-kadang dianggap sebagai tindak pidana
(missal: korupsi). Perbedaan antara kebiasaan dengan hukum kebiasaan terikat
pada lapis sosial, kelompok, daerah dan suku bangsa, sedangkan hukum bersifat
nasional.
c.
Hubungan
Kejahatan dengan Moral
Hubungan antara kejahatan dengan
moral banyak dibicarakan orang sejak dulu dan hingga kini masih saja menarik
untuk dibicarakan. G.P. Hoefnagels menyatakan bahwa antara kejahatan (dalam
pengertian yuridis) dengan moral terdapat beberapa pandangan yang menunjukkan
adanya sejumlah tingkah laku yang melanggar moral akan tetapi tidak melanggar
hukum pidana.
Ketidaksesuaian antara kejahatan
(dalam pengertian yuridis) dengan norma moral, antara lain karena adanya
perbedaan yang hakiki antara hukum dan moral, hukum lebih menekankan segi
luarnya sedangkan moral lebih menekankan segi internal dari tingkah laku
manusia, artinya hukum lebih menekankan agar orang tidak melakukan perbuatan
yang dilarang daripada untuk berbuat yang positif, sedangkan moral sebaliknya
mengharapkan kita untuk bukan saja menahan diri akan tetapi juga untuk berbuat
sesuatu yang positif. Di samping itu,
adanya perbedaan pandangan moral dan kepentingan berbagai kelompok yang ada di
masyarakat (khususnya sifat masyarakat modern yang heterogen) akan menghasilkan
perbedaan pilihan tentang perbuatan-perbuatan mana yang akan dijadikan tindak
pidana dan yang mana tidak. Ini berarti terdapatnya pandangan moral tertentu
(dan/atau dari kelompok tertentu) yang mendapat dukungan hukum, sedangkan
pandangan moral yang lain (dan/atau dari kelompok yang lain) tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar