Rabu, 06 Agustus 2014

Teori Dalam Kriminologi

TEORI-TEORI DALAM KRIMINOLOGI
Kriminologi lahir dan kemudian berkembang menduduki posisi yang penting sebagai salah satu ilmu pengetahuan yang interdisiplin dan semakin menarik, bergerak dalam dua “roda besar” yang terus berputar dalam perubahan pola-pola kriminalitas sebagai fenomena sosial yang senantiasa dipengaruhi oleh kecepatan perubahan sosial dan teknologi. Roda-roda yang bergerak itu adalah penelitian kriminologi dan teori-teori kriminologi.(Soedjono Dirdjosisworo, 1994: 107).
Ada beberapa penggolongan teori dalam kriminologi antara lain(Soedjono Dirdjosisworo, 1994: 108-143) :
1.    Teori Asosiasi Diferensial (Differential Association Theory)
Sutherland  menghipotesakan bahwa perilaku kriminal itu dipelajari melalui asosiasi yang dilakukan dengan mereka yang melanggar norma-norma masyarakat termasuk norma hukum. Proses mempelajari tadi meliputi tidak hanya teknik kejahatan sesungguhnya, namun juga motif, dorongan, sikap dan rasionalisasi yang nyaman yang memuaskan bagi dilakukannya perbuatan-perbuatan anti sosial.
Theori asosiasi differensial Sutherland mengenai kejahatan menegaskan bahwa :
a.   Perilaku kriminal seperti halnya perilaku lainnya, dipelajari.
b.   Perilaku kriminal dipelajari dalam hubungan interaksi dengan orang lain melalui suatu proses komunikasi.
c.   Bagian penting dari mempelajari perilaku kriminal terjadi dalam pergaulan intim dengan mereka yang melakukan kejahatan, yang berarti dalam relasi langsung di tengah pergaulan.
d.   Mempelajari perilaku kriminal, termasuk didalamnya teknik melakukan kejahatan dan motivasi/ dorongan atau alasan pembenar.
e.    Dorongan tertentu ini dipelajari melalui penghayatan atas peraturan perundang-undangan; menyukai atau tidak menyukai.
f.    Seseorang menjadi deliquent karena penghayatannya terhadap peraturan perundangan lebih suka melanggar daripada mentaatinya.
g.   Asosiasi diferensial ini bervariasi tergantung dari frekuensi, durasi, prioritas dan intensitas.
h.   Proses mempelajari perilaku kriminal melalui pergaulan dengan pola kriminal dan anti kriminal melibatkan semua mekanisme yang berlaku dalam setiap proses belajar.
i.     Sekalipun perilaku kriminal merupakan pencerminan dari kebutuhan umum dan nilai-nilai, akan tetapi tingkah laku kriminal  tersebut tidak dapat dijelaskan melalui kebutuhan umum dan nilai-nilai  tadi, oleh karena perilaku non kriminal pun merupakan pencerminan dari kebutuhan umum dan nilai-nilai yang sama.
2.    Teori Tegang (Strain Theory)
Teori ini beranggapan bahwa manusia pada dasarnya makhluk yang selalu memperkosa hukum atau melanggar hukum, norma-norma dan peraturan-peraturan setelah terputusnya antara tujuan dan cara mencapainya menjadi demikian besar sehingga baginya satu-satunya cara untuk mencapai tujuan ini adalah melalui saluran yang tidak legal. Akibatnya, teori “tegas” memandang manusia dengan sinar atau cahanya optimis. Dengan kata lain, manusia itu pada dasarnya baik, karena kondisi sosiallah yang menciptakan tekanan atau stress, ketegangan dan akhirnya kejahatan.
3.    Teori Kontrol Sosial (Social Control Theory)
Landasan berpikir teori ini adalah tidak melihat individu sebagai orang yang secara intriksik patuh pada hukum, namun menganut segi pandangan antitesis di mana orang harus belajar untuk tidak melakukan tindak pidana. Mengingat bahwa kita semua dilahirkan dengan kecenderungan alami untuk melanggar peraturan-peraturan di dalam masyarakat, delinkuen di pandang oleh para teoretisi kontrol sosial sebagai konsekuensi logis kegagalan seseorang untuk mengembangkan larangan-larangan ke dalam terhadap perilaku melanggar hukum.
Terdapat empat unsur kunci dalam teori kontrol sosial mengenai perilaku kriminal menurut Hirschi (1969), yang meliputi :
a.        Kasih Sayang
Kasih sayang ini meliputi kekuatan suatu ikatan yang ada antara individu dan saluran primer sosialisasi, seperti orang tua, guru dan para pemimpin masyarakat. Akibatnya, itu merupakan ukuran tingkat terhadap mana orang-orang yang patuh pada hukum bertindak sebagai sumber kekuatan positif bagi individu.
b. Komitmen
Sehubungan dengan komitmen ini, kita melihat investasi dalam suasana konvensional dan pertimbangan bagi tujuan-tujuan untuk hari depan yang bertentangan dengan gaya hidup delinkuensi.
c. Keterlibatan
Keterlibatan, yang merupakan ukuran kecenderungan seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan konvensional mengarahkan individu kepada keberhasilan yang dihargai masyarakat.
      d.    Kepercayaan
Akhirnya kepercayaan memerlukan diterimanya keabsahan moral norma-norma sosial serta mencerminkan kekuatan sikap konvensional seseorang. Keempat unsur ini sangat mempengaruhi ikatan sosial antara seorang individu dengan lingkungan masyarakatnya.
4.    Teori Label (Labeling Theory)
Landasan berpikir dari teori ini diartikan dari segi pandangan pemberian norma, yaitu bahwa sebab utama kejahatan dapat dijumpai dalam pemberian nama atau pemberian label oleh masyarakat untuk mengidentifikasi anggota-anggota tertentu pada masyarakatnya. (Gibbs dan Erickson, 1975; Plummer 1979; Schur 1971).
Terdapat banyak cara dimana pemberian label itu dapat menentukan batas bersama dengan perilaku kriminal telah dijadikan teori, misalnya bahwa pemberian label memberikan pengaruh melalui perkermbangan imajinasi sendiri yang negatif. Menurut teori label ini maka cap atau merek yang dilekatkan oleh penguasa sosial terhadap warga masyarakat tertentu lewat aturan dan undang-undang sebenarnya berakibat panjang yaitu yang di cap tersebut akan berperilaku seperti cap yang melekat itu. jadi sikap mencap orang dengan predikat jahat adalah kriminogen.
5. Teori Psikoanalitik (Psyco Analytic Theory)

Menurut Sigmund Freud, penemu psikonanalisa, hanya sedikit berbicara tentang orang-orang kriminal. Ini dikarenakan perhatian Freud hanya tertuju pada neurosis dan faktor-faktor di luar kesadaran yang tergolong kedalam struktur yang lebih umum mengenai tipe-tipe ketidakberesan atau penyakit seperti ini. Seperti yang dinyatakan oleh Alexander dan Staub (1931), kriminalitas merupakan bagian sifat manusia. Dengan demikian, dari segi pandangan psikoanalitik, perbedaan primer antara kriminal dan bukan kriminal adalah bahwa non kriminal ini telah belajar mengontrol dan menghaluskan dorongan-dorongan dan perasaan anti-sosialnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar