Mengutip buku Naskah Akademis Penelitian Contempt of Court 2002 terbitan Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI (hal. 7), istilah contempt of court pertama kali ditemukan dalam penjelasan umum UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung butir 4 alinea ke-4 yang berbunyi:
“Selanjutnya
untuk dapat lebih menjamin terciptanya suasana yang sebaik-baiknya bagi
penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan yang
mengatur penindakan terhadap perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau
ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, dan
kehormatan badan peradilan yang dikenal sebagai Contempt of Court.
Bersamaan dengan introduksi terminologi itu sekaligus juga diberikan
definisinya.”
Dalam buku
tersebut dijelaskan bahwa perbuatan tingkah laku, sikap dan ucapan yang
dapat merongrong kewibawaan, martabat dan kehormatan lembaga peradilan,
sikap-sikap tersebut dapat dikategorikan dan dikualifikasikan sebagai
penghinaan terhadap lembaga peradilan atau Contempt of Court (ibid, hal. 8).
Selanjutnya, perbuatan yang termasuk dalam pengertian penghinaan terhadap pengadilan antara lain (ibid, hal. 9):
a. Berperilaku tercela dan tidak pantas di Pengadilan (Misbehaving in Court)
b. Tidak mentaati perintah-perintah pengadilan (Disobeying Court Orders)
c. Menyerang integritas dan impartialitas pengadilan (Scandalising the Court)
d. Menghalangi jalannya penyelenggaraan peradilan (Obstructing Justice)
e. Perbuatan-perbuatan penghinaan terhadap pengadilan dilakukan dengan cara pemberitahuan/publikasi (Sub-Judice Rule)
Sementara itu, di dalam artikel Aturan Contempt of Court Dibuat Demi Kewibawaan Pengadilan dan artikel Sela Pembacaan Vonis Bisa Contempt of Court, disebutkan antara lain bahwa di dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berlaku saat ini terdapat beberapa pasal yang termasuk penghinaan terhadap pengadilan di antaranya Pasal 207, Pasal 217, dan Pasal 224 KUHP:
Pasal 207 KUHP
Barang
siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina
suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia, diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
Pasal 217 KUHP
Barang
siapa menimbulkan kegaduhan dalam sidang pengadilan atau di tempat di
mana seorang pejabat sedang menjalankan tugasnya yang sah di muka umum,
dan tidak pergi sesudah diperintah oleh atau atas nama penguasa yang
berwenang, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga minggu atau
pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah
Pasal 224 KUHP
Barang
siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut
undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan
undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam:
1. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;
2. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.
Kemudian, akademisi yang juga praktisi hukum Luhut M.P. Pangaribuan dalam bukunya yang berjudul Advokat dan Contempt of Court (hal. 17) berpendapat, Contempt of Court
klasifikasinya bisa bersifat langsung atau tidak langsung, bersifat
pidana atau perdata tergantung pada peristiwanya. Menurutnya, Contempt of Court secara tidak langsung lebih potensial dilakukan oleh wartawan.
Lebih jauh,
masih menurut Luhut (ibid, hal. 20), dalam konteks ada perilaku langsung
dan tidak langsung bersifat pidana atau perdata, siapa saja dalam
mengikuti suatu sidang bersikap telah merendahkan, merusak, melecehkan
wibawa pengadilan maka Hakim yang telah demikian besar (absolut)
kekuasaannya diberikan oleh KUHP dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) tidak memerlukan lagi kewenangan tambahan. Dia berpendapat, Pasal 218 KUHAP telah memberi kewenangan pada Hakim dengan ancaman hukumannya bisa tiga minggu dalam penjara.
Dalam artikel MA Idamkan UU Contempt of Court
ditulis antara lain bahwa berdasarkan hasil Rakernas MA Tahun 2012,
Mahkamah Agung (“MA”) sebagai induk dari institusi pengadilan di
Indonesia menginginkan adanya UU Contempt of Court. Menurut Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur, contempt of court
masih menjadi ancaman serius bagi jajaran pengadilan. Menurutnya, perlu
ada jaminan keamanan bagi para hakim di persidangan oleh pihak
kepolisian. MA juga diminta memberikan anggaran lebih untuk pengamanan
jalannya persidangan terutama di pengadilan-pengadilan yang berhadapan
langsung dengan para pihak dan banyak massa.
Nyatanya, dalam
praktik ancaman tidak hanya terhadap terhadap majelis hakim yang
memimpin persidangan. Jaksa non-aktif Kejaksaan Negeri Cibonong yang
menjadi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Sistoyo, dibacok saat di ruang sidang pada bagian keningnya oleh seorang pengunjung sidang.
Jadi, yang dimaksud dengan contempt of court
adalah setiap perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat
merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan
peradilan. Aturan yang berkaitan dengan contempt of court telah ada dalam KUHP dan KUHAP yang berlaku saat ini.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) Staatsblad Nomor 732 Tahun 1915
Referensi:
1. Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Naskah Akademis Penelitian Contempt of Court 2002. Jakarta: Mahkamah Agung. 2002.
2. Pangaribuan, Luhut M.P. Advokat dan Contempt of Court. Jakarta: Penerbit Djambatan. 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar